Minggu, 01 Mei 2011
Oleh : Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi(LMND)
Hentikan Rezim Pembohong- Neoliberal
SBY-Boediono Bangun Persatuan Nasional
Untuk Kedaulatan dan Kemandirian Nasional
Kita sulit menemukan penjelasan rasional ketika harapan perbaikan kehidupan rakyat Indonesia dapat dibangun oleh Pemerintah SBY-Boediono diatas fondasi kebijakan Neoliberal yang menghancurkan kepentingan nasional. Bagaimana mungkin pemerintahan SBY-Boediono dapat menciptakan lapangan kerja jika sumber-sumber energi dan perekonomian nasional dari hulu sampai ke hilir justru diserahkan kepada asing.
Data Forum Rektor Indonesia pada 2007 menyebutkan bahwa dominasi korporasi asing yang saat ini menguasai 85,4% konsesi pertambangan migas, 70% kepemilikan saham di Bursa Efek Jakarta, dan lebih dari separuh (50%) kepemilikan perbankan di Indonesia. Sektor ekonomi yang penting seperti perkebunan, ritel, telekomunikasi, transportasi penerbangan, air minum, dan sektor strategis lainnya juga telah dikuasai oleh asing. Sehingga tidak mengherankan jika pertumbuhan ekonomi, yang diklaim pemerintah naik saat ini, tidak lain hanyalah pertumbuhan semu yang hanya dinikmati segelintir orang kaya.
Sungguh ironis ketika ada 150 orang terkaya Indonesia sekarang ini menguasai Rp 650 triliun rupiah, tetapi ada 105 juta lebih orang miskin, yang harus cukup dengan 18.000 per hari. Kehidupan mayoritas rakyat Indonesia saat ini hidup dari sector informal (72,7 juta) dan untuk bertahan hidup harus bersandar pada konsumsi yang dibiayai melalui utang, seperti kredit konsumsi, program sosial neoliberal (BLT, KUR, BOS, PNPM, dan sebagainya) yang dibiayai dengan utang, program stimulus ekonomi yang juga dibiayai utang, hingga kenaikan gaji PNS dan TNI/Polri yang juga dibiayai dengan utang.
Bersamaan dengan proses penghancuran ekonomi nasional, sistem pendidikan nasional dibawah pemerintahan SBY-Boediono tidak lebih daripada praktek Politik Etis di zaman Kolonial. Pendidikan nasional tidak diarahkan untuk menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas sehingga dapat mengolah dan meningkatkan nilai tambah dari kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa.
Pendidikan nasional telah diselewengkan hanya untuk memenuhi pasar tenaga kerja murah dan pelayan jasa bagi modal-modal internasional yang telah mengeruk kekayaan alam bangsa ini. Menurut data, preferensi pekerjaan yang banyak diisi oleh lulusan perguruan tinggi adalah bidang jasa (52 persen), perdagangan, hotel, restoran (14 persen), dan pertanian (10 persen).
Bidang industri pengolahan hanya diminati oleh 8 persen lulusan. Sehingga tidak mengherankan jika saat industry nasional mengalami kehancuran, sistem pendidikan nasional justru menciptakan barisan pengangguran terdidik yang terus meningkat setiap tahunnya.
Data Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa jumlah pengangguran terbuka (S-1) pada Februari 2007 sebanyak 409.900 orang. Setahun kemudian, pada Februari 2008 jumlah pengangguran terdidik bertambah 216.300 orang atau menjadi sekitar 626.200 orang.
Jika setiap tahun jumlah kenaikan rata-rata 216.300, maka pada Februari 2011 telah terjadi peningkatan pengangguran terdidik S1 sejumlah terdapat 1.275.100 orang. Jumlah ini belum ditambah dengan pengangguran lulusan diploma (D-1, D-2, D-3) dalam rentang waktu 2007-2010 saja tercatat peningkatan sebanyak 519.900 orang atau naik sekitar 57%.
Sementara itu, anggaran pendidikan sebesar 20% APBN yang selama ini digembar-gemborkan oleh pemerintah dalam realisasinya justru bukan didasarkan pada total jumlah APBN sebesar 1.229,5 trilliun. Fakta ini disampaikan oleh Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, Hekinus Manao, bahwa pemenuhan amanat undang-undang dalam penyaluran anggaran pendidikan sebesar 20% diambil dari pos belanja pemerintah pusat pada APBN yang besarnya Rp 410,4 trilliun (Suara Pembaharuan, 2010).
Sehingga tidak mengherankan jika pendidikan nasional tidak menunjukkan perbaikan terhadap akses terhadap mayoritas rakyat miskin, kualitas sarana infrastruktur, kurikulum, tenaga pengajar dan kualitas lulusannya.
Dibawah Pemerintahan SBY-Boediono saat ini, kehidupan rakyat Indonesia telah nyata dikembalikan pada kondisi kolonial. Dan untuk melanggengkan kekuasaannya, kolonialisme akan terus melanggengkan keterbelakangan, kebodohan dan mentalitas inlander suatu bangsa.
Untuk memutus mata-rantai itu, bangsa ini membutuhkan pemuda-pemuda cerdas dan progressif, yang sanggup menjadi pembawa “obor” pencerahan untuk kemajuan bangsanya. Oleh karenanya, pada peringatan hari Buruh Se Dunia dan Hari Pendidikan Nasional 2011 ini, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi menegaskan bahwa jalan untuk bangkit mandiri dari keterpurukan bangsa saat ini adalah :
1.Melakukan Pencabutan terhadap berbagai UU yang berbau neoliberal (yang dibiayai oleh aing),UU 25/2007 tentang Penanaman Modal , UU 21/2002 tentang Ketenaga Listrikan,UU 2/2001 tentang Minyak dan Gas, UU 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau , UU 19/2003 tentang BUMN, RUU Pertanahan.
2.Melakukan nasionalisasi terhadap pertambangan asing dan sector-sektor strategis lainnya bagi pembangunan industry nasional.
3.Hapus hutang luar negeri yang menjadi instrument menciptakan ketergantungan terhadap ekonomi dan politik nasional serta membebani APBN.
Akhir kata, kami mengajak kepada seluruh gerakan rakyat, pemuda, mahasiswa dan pelajar untuk membangun dan memperkuat persatuan nasional guna meng-HENTIKAN pemerintahan Neoliberal SBY-Boediono.
0 komentar: on "Pernyataan Sikap LMND untuk Hari Buruh Internasional dan Hardiknas"
Posting Komentar