Senin, 14 Februari 2011

HENTIKAN PERAMPOKAN KEKAYAAN ALAM DAN PENANGKAPAN TERHADAP RAKYAT

Hari ini kita kembali menemukan kenyataan di lapangan bahwa janji Pemerintah dan Kepolisian untuk melakukan reformasi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia hanyalah retorika kosong (BOHONG) demi memupuk citranya. Dalih penertiban dan gangguan terhadap keamanan yang digunakan aparat kepolisian dan pemerintah dalam menangani hak menyampaikan pendapat warga Negara (Unjuk Rasa) selalu dijadikan legitimasi untuk merepresi. Cara-cara mengedepankan tindakan represif ini mengingatkan kita kembali kepada pola Orde Baru dalam menghadapi setiap perlawanan rakyat yang menuntut hak dasarnya. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa aparat kepolisian dan aparat kekerasan Negara lainnya mulai kembali menempatkan dirinya sebagai penjaga stabilisasi kemananan dalam memastikan expansi modal dan penguasa.

Tindakan berlebihan yang dilakukan aparat kepolisian di Bima dalam menghadapi unjuk rasa yang dilakukan oleh sekitar 3.000 warga dari 3 kecamatan (Sape, Lambu dan Langgudu) Bima pada 10 Februari 2011 kemarin, dapat dikategorikan sebagai contohnya.

Kekawatiran warga akan dampak negative dari keberadaan explorasi perusahaan tambang di Indonesia saat ini setidaknya sudah menjadi sesuatu yang wajar. Harapan peningkatan kesejahteraan setelah berdiri perusahaan-perusahaan tambang baru di suatu wilayah tertentu, kenyataannya hanya menjadi lahan korupsi dan kehancuran ekosistem setempat. Tak jarang pula keberadaan perusahaan tambang tersebut melakukan penyerobotan terhadap lahan-lahan miliki warga setempat, seperti yang terjadi pada warga Talaga Raya, Bau-Bau, yang lahannya diserobot oleh PT. Agro Morini Indah (2010).

Unjuk rasa sekitar 3.000 warga diwilayah kecamatan Sape, Lambu dan Langgudu yang kawatir akan dampak negative dari kehadiran PT. Sumber Mineral Nusantara terhadap produktifitas pertanian warga yang mayoritas menanam bawang sebenarnya berlangsung secara damai. Kedatangan warga ke kantor kecamatan Lambu saat itu merupakan usaha yang dilakukan warga untuk menemui Bupati Bima, H. Ferri Julkarnain ST., agar mencabut SK nomor 188 tentang pemberian izin eksplorasi tambang PT. Sumber Mineral Nusantara, seluas 25.000 H. Pada awalnya, perwakilan warga diterima oleh camat Lambu dan dijanjikan dapat bertemu dengan Bupati Bima. Namun, setelah dilakukan pertemuan kedua kalinya, camat menyampaikan bahwa Bupati sedng berada di luar kota. Inilah yang memicu kemarahan warga. Warga mencoba masuk ke dalam pagar kecamatan Lambu, namun dihalau oleh aparat kepolisian dengan tembakan yang kemudian diketahui telah mengenai kaki dari 2 orang warga. Dalam kejadian ini, 7 warga yang lain juga mengalami luka-luka akibat terkena peluru karet, batu dan pentungan.

Sore setelah Aksi aparat Kepolisian, Tentara dan Brimob, mendatangi rumah warga yang ikut Aksi. Warga yang diduga terlibat dan bertanggung jawab atas unjuk rasa tersebut ditangkap tanpa ada surat pemberitahuan dan penagkapan dari kepolisian. Sampai saat ini, terdapat 60 warga yang telah ditangkap dan belum diketahui keberadaannya.
Oleh karena itu kami menuntut dan menyatakan sikap bahwa :

1. Penghentian penangkapan terhadap rakyat Bima yang terlibat dalam aksi menuntut penolakan tambang emas PT. Sumber Mineral Nusantara.
2. Pembebasan tanpa syarat terhadap Rakyat Bima yang ditangkap Kepolisian Resort Bima.
3. Penghentian Eksplorasi PT Sumber Mineral Nusantara yang merusak pertanian Rakyat.
4. Hentikan perampokan kekayaan alam sekarang juga.

Kami juga menyerukan kepada gerakan rakyat dan mahasiswa untuk bersatu melawan ekspansi modal yang merugikan kepentingan rakyat.

Jakarta, 14 februari 2011

Eksekutif Nasional
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi



Lamen Hendra Saputra
Ketua Umum
Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "HENTIKAN PERAMPOKAN KEKAYAAN ALAM DAN PENANGKAPAN TERHADAP RAKYAT"